Badan yang lelah dari perjalan jauh, walaupun sebenarnya ditempuh hanya dalam waktu dua jam yaitu dari bandara. Berawal dari Banjarmasin diteruskan hingga tiba di bandara Sepinggan Balikpapan kemudian berlanjut menuju Cengkareng. Ketika tiba dari bandara sudah menjelang mahgrib, langkahku pun beralih menuju mushola tuk bergegas menunaikan sholat. Tanpa istirahat aku lansung bergegas naik Bus menuju terminal Rambutan, kemudian dari terminal ini aku melanjutkan perjalanan menuju terminal, setibanya dilebak bulus menjelang Isya, dari sini aku berlanjut lagi ke Ciputat Tanggerang selama diperjalanan luar biasa macetnya terutama dijalur ciputat menuju UIN Hidayatullah.
Ya ciputat memang terkenal dengan macetnya sampai-sampai orang didaerah ini bilang“bukan ciputat namanya kalau tidak macet” Oya saya tidak membahas masalah Ciputat. Ya pada waktu itu saya cukup lama berdiri di dalam metromini jurusan Rambutan-Ciputat, dan dari Rambutan aku berdiri sampai tiba di Lebak Bulus baru dapat tempat duduk. Setelah duduk saya menghayal tentang daerah pelosok kampung diBanjarmasin ya suatu daerah yang sangat kuat memegang tradisi dan budayanya, selain itu basisnya NU yang cukup kuat.
Dari sepanjang perjalan menelusuri jalanan ciputat aku sempat berpikir betapa hidup ini hanya sementara, buktinya saya tinggal di Banjarmasin sebulan seperti baru seminggu, dan tanpa terasa saya sudah kembali lagi disini (ciputat).Rasanya kemarin dalam semingu ada empat orang yang meninggal dunia. “Kampung Utan” Kampung Utan” ya suara itu sayup-sayup terdengar ditelingaku, ya rupanya itu suara kondektor, lima tiga menit kemudian suara itu sudah tak terdengar, tanpa sadar rupanya saya sudah berada di alam mimpi ya mimpi tentang dikampung halaman. Bang-bang bangun” turun dimana bang?” tanya kondektor dengan sedikit nada tingi, aku mencoba mengangkat kepala sambil menjawab “kampung utan”. Kok tidak turun dari tadi?” tanya kondektor dengan penuh keheranan “saya ketiduran bang?” jawabku. Ya setelah itu saya tengok kiri kanan rupanya para penumpang lain sudah turun semua tinggal aku bersama sopir dan kondekturnya.
Akhirnya Bus berhenti dipasar yang artinya sudah cukup jauh dari kampung utan. Dengan berat hati aku melangkah turun, aku lihat jam sudah menunjukkan dingka sebelas malam. Waduh” dalam benakku sudah tidak ada lagi angkot yang ada hanya ojek. Ya perlu diketahui daerah pasar ciputat ini kalau sudah jam 10 malam angkot tidak boleh beroperasi untuk mencari penumpang, karena jam 10 itu sudah jatahnya tukang ojek. Karena kalau ada sopir angkot yang coba-coba beroperasi dijam itu maka siap-siap saja digebukin sama preman pasar ciputat. Akhirnya aku pada waktu itu aku terpaksa naik ojek. Ya biar tidak terlalu mahal aku minta lewat jalan pintas melewati kampung pemulung melewati pemakaman.
Dalam mengendarai motor tukang ojek itu cukup kencang dan lincah, tak terasa sampailah saya dikomplek ciputat baru atau daerah kampung sawah. Tibanya dirumah aku langsung merebahkan badan tanpa berbicara lagi dengan teman yang lagi membaca di ruang tamu. Ya tubuhku sudah rebah bersamaan dengan jiwa yang lelah. Dari kondisi inilah jiwaku mengembara jauh melintasi lembah dan samudera tuk menelusuru kembali semak belukar bersama malam yang menyelimutinya. Kronologis itu berawal ketika ia pulang dari silaturrahmi di rumah teman.
Pada malam itu terasa agak aneh, karena bulu kuduk keseringan berdiri. Perlahan-lahan ia berjalan tak terasa ia sudah melewati komplek Pemakaman yang lumayan luas dan selain itu sangat sepi. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang, kelihatannya sih orang baik-baik. Tetapi ketika berhadapan langsung, ternyata ia seorang pria yang cukup simpatik. Anehnya, setiap melihat matanya, bulu kuduk selalu berdiri. Mungkinkah siluman hantu, atau malakulmaut yang menyamar jadi manusia.
Peristiwa ini agak aneh. Rasa-rasanya, kejadian seperti ini sudah ia alami sebanyak 3 kali pikirnya. Ini yang keempat. Orang-orang angker meski wajahnya ramah menawan, diajak berbicarapun mereka enggan menjawab.
Keempat orang-orang ini wajahnya berbeda, tetapi sama simpatiknya. Yang anehnya lagi ia tidak pernah bisa menceritakan peristiwa ini kepada orang lain, sehingga hanya ia saja yang mengetahuinya.
Jika ia hitung-hitung, kedatangan keempat orang tersebut beraturan lamanya. Kira-kira 40 hari muncul sekali. Ini adalah malam yang pertama setelah 40 hari telah berlalu.
Kira-kira, 40 hari berikutnya mungkin ia akan datang lagi menemuinya, demikian dalam benak yang selalu ia pikirkan.
Setelah malam itu, hidupnya terasa hampa tanpa tujuan lagi. Kadang-kadang iamerasa tidak berpikir dalam bertindak, berangkat dari rumah ke tempat kerja seperti ditiup angin saja. Benar-benar seperti kekosongan pikiran. Shalat yang iakerjakan mirip seperti orang yang dibimbing, yang artinya bukan kemauannyasendiri, meski masih ada memori yang mengingatkan tibanya waktu shalat.Gejala sakit apa ini? Demikian dalam benakknya yang terpikir.
Tujuh hari menjelang hari 40 yang ia nantikan itu, banyak sekali tamu yang datang berkunjung ke rumahnya. Mereka layaknya orang yang khidmat penuh kedukaan, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang menegur orang tersebut, ia hanya tahu dalam hati bahwa mereka adalah tamu.
Ketika tiba hari yang ke 40, pagi hari terasa seperti lebih terang tidak biasanya. Rombongan tamu-tamu yang menunggunya sejak seminggu lalu masih ada di ruang tamu. Tiba-tiba ada ketukan pintu yang samar, tapi kenapa ia sendiri yang mendengarnya.
Lalu ia terbangun, tetapi kiranya orang yang mengetuk pintu rumah tadi sudah berada di pintu kamar. Seketika melihat wajahnya, seketika itu pula badannyagemetar tak kuasa digerakkan sedikitpun. Dalam hati ia ingin rasanya lari menjauh, Karena yang datang ini adalah pembunuh. Semua orang kelak pasti mengenalnya. Ketika ia tahu maka merontalah, ia perlahan mendekati dan berkata, “Masamu sudah habis tinggal di bumi ini. Izinkan aku mengantarmu pulang. Bolehkah?”
Setelah jiwa mendengar perkataan itu ia tidak dapat berkata apa-apa. Tetapi di benaknya masih ada sesuatu yang mengganjal, yaitu satu anaknya yang masih kecil. Tiba-tiba, orang itu berkata lagi agak keras, “lupakan itu' tinggalkan saja!!,ketika ia selesai mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba jiwa ini mengerti sesuatu yang entah siapa yang membisikkan, bahwa “itu hanya akan membuatmu sakit bila roh dicabut.”
Lalu iapun menurut, dan mencoba melupakannya. Sesaat kemudian orang tersebut sudah berada di atas kepala sekitar ubun-ubun. Ia rasa dia inilah yang dinamakan malakulmaut. Tiba-tiba tubuhknya seperti ditarik, diperas, seperti dibuat memendek dari ujung kaki ke atas. Saat itu seluruh tubuh seperti disayat dengan silet tajam. Semakin ia coba menahan tarikan itu agar jangan terlepas, semakin sakit rasanya. Jika ia tahan, orang itu membentak, akhirnya tiada daya kecuali pasrah merelakan.
Sesaat kemudian, Jiwa melihat badan terkulai di ranjang seperti tertidur pulas. Terlihat anak dan istrinya sedang mengerumuni dan menangisi Jasad yang sedang tertidur pulas. Bila diperhatikan, ia seperti tidak percaya bahwa yang tertidur itu adalah jasadnya sendiri.
Beberapa waktu kemudian, terlihat rombongan orang mengantar mayat itu ke kuburan. Perlahan mayat itu dibenamkan ke dalam tanah dan diurug rapat-rapat kemudian diberi nisan. Jelas sekali di nisan itu tertera namanya. Saat itu ia baru yakin seyakin-yakinnya, bahwa ia benar-benar sudah mati.
Selama mengikuti rombongan pengantar mayat itu ia ditemani oleh dua ‘orang’. Entah siapa mereka. Ketika rombongan itu sudah pulang semuanya, kini gilirannya dia yang disuruh masuk ke dalam kuburan itu. Sesaat kemudian, tiba-tiba yang terlihat hanyalah ruangan kuburan yang tidak sempit tetapi tidak pula terlalu luas.
Pertanyaan dalam kubur mulai dilontarkan, persis seperti dengan cerita guru padawaktu di dunia dulu.. Tapi kali ini yang menanyai diri itu tidak terlampau seram, cara bertanyanya juga biasa-biasa saja. Ia pikir wajar, sebab dulu waktu di duniaDia ini tidak banyak bertingkah, cukup rajin shalat, puasa bila tiba masanya dan banyak lagi perbuatan baik yang dia lakukan. Ia merasa perlakuan Malaikat Munkar Nakir ini seperti tahu persis kelakuanknya waktu di dunia dulu.
Setelah pertanyaan itu selesai, pintu-pintu dalam kubur mulai terkuak. Sepertinya bukan tempat penantian yang menyiksa, hanya saja terdapat keterbatasan bergerak atau berbuat sesuatu. Ketika hal itu ia tanyakan pada petugas yang ada dalam kubur, mereka menjawab,”Meski anda dulunya taat beribadah tetapi anda kurang ikhlas dan terkesan riya’. Makanya anda diperlakukan seperti itu di tempat ini. Coba kalau anda beribadah semata ikhlas karena Allah, tempat anda seperti itu”, sambil penjaga itu menunjuk ke belakang. Ketika ia menoleh, ternyata di sana ada seorang pria yang duduk di atas kursi mirip singgasana raja sedang dikipas oleh sejumlah bidadari. Mereka itu adalah istri-istrinya dan dia seperti pengantin baru selamanya. “ Orang itu beruntung, iapun tidak berani menegurnya.
Dia orang mulia waktu di dunia dulu“ Dan anda masih beruntung, tidak seperti itu”, sambil penjaga itu menunjuk ke bawah. ia menoleh ke bawah, di sana terlihat ada beberapa orang yang dirantai kaki dan tangannya dan senantiasa dijaga oleh seekor ular ‘galak’
“Beberapa waktu lagi anda masih menjalani pemeriksaan yang lebih teliti berkaitan dengan amalan perbuatan anda. Akan dilihat bagaimana hasil perhitngan nantinya.”
Tiba-tiba datang panggilan dari suatu sudut ruang yang memerintahkan agar iadigiring ke suatu tempat untuk rekaman garis besar perbuatannya. Di situlah iabaru tercengang hebat, ternyata lebih banyak pahalanya yang hampir sebagian besar berbau riya’. Sesaat ia tertegun, tiba-tiba satu bentakan keras terdengar dari belakang, “Hei ke sini kamu, kamu ternyata riya!”
Saking kagetnya mendengar bentakan itu, sehingga ia tiba-tiba terbangun dari tidur yang teramat menyeramkan itu. “Nauzubillahi min zalik” rupanya ia bermimpi, dan baru menyadari kalau ia sudah di ciputat bukan di kampung lagi. Ya setelah mimpi ini ia langsung mengambil air wudhu dan sholat sunah dua rakaat.
Begitu menyadari bahwa kejadian itu adalah mimpi semata, serta merta “alhamdulillah” ternyata ia masih diberi kesempatan hidup. Ia sempat berpikir, mimpi ini begitu nyata, apakah mungkin sebuah pengembalian yang direkayasa. Oh…demikian singkat perjalanan di dunia ini, pikirannya melayang bersama jari-jemari yang menari-nari diatas keybort sayup-sayup terdengar “Abi udah tidur sekarang sudah jam 10 malam!”rupanya istriku sudah mengingatkan. Ah aku baru sadar kisah ini sudah berlalu enam tahun lalu ketika aku sudah duduk disemester 8 tepatnya tahun 2005, ya memang perjalanan hidup ini begitu cepat, proses demi proses telah kulewati sampai akhirnya kehidupanku sudah berubah dalam segala hal. Kalau dulu hidup sendiri, sekarang sudah bertiga. Ya sebuah keluarga baru telah mewarnai kehidupanku di kota Balikpapan nan damai.
Satu hal yang pasti kehidupanku pada akhirnya akan berakhir, oleh karenanya saya mengajak kepada seluruh pembaca “bersiaplah untuk hari esok” siapkanlah bekal berupa amal yang benar-benar ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena yang lain dan kita ketahui diakherat adalah kehidupan yang kekal abadi, dan khususnya buat aku pribadi. Semoga Allah selalu memberikan bimbingan dan hidayah-Nya kepadaku dan keluargaku serta bagi yang membaca artikel ini. Aamin.